Headlines News :
Home » » Istana Raja Itu Beratap Asbes

Istana Raja Itu Beratap Asbes

Written By ansel-boto.blogspot.com on Monday, April 12, 2010 | 3:06 PM

Istana kerajaan Larantuka itu beratap asbes dan berlantai semen. Di sekitar istana ada enam meriam yang tak bisa lagi melontarkan bola kanon. Itulah Istana Ile Mandiri, yang dulu dihuni Raja Don Lorenzo III DVG, raja Larantuka, di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.

Siapa pun yang memandang deretan rumah di daerah pesisir pantai, di Jalan Reinha Rosari, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, tidak akan ada yang mampu menemukan sebuah bangunan yang memenuhi kesan tentang sebuah ”istana”. Padahal, sesungguhnya di kawasan itu, di lahan sekitar setengah hektar, berdiri sebuah Istana Ile Mandiri. Itulah istana Kerajaan Larantuka, yang dihuni oleh keluarga Raja Larantuka yang terakhir, almarhum Don Lorenzo III Diaz Viera Godinho (1913-1982). Dia tidak menjadi raja lagi sejak 1962 sejalan dengan peraturan Pemerintah RI.

Istri Don Lorenzo III adalah Dona Martina Kanena Ximenes da Silva yang kini berusia 90 tahun. Sang Ratu tinggal di bangunan utama dengan ukuran sekitar lebar 18 meter dan panjang 25 meter.

Dona tinggal bersama anak, menantu, dan cucu-cucunya. Raja Don Lorenzo III DVG dikaruniai 10 anak, yang terdiri 5 laki-laki dan 5 perempuan.

Dan marilah kita masuk ke istana. Di ruang tengah terdapat pesawat televisi Sony ukuran 29 inci. Di dapur istana ada kompor minyak tanah.

”Sebenarnya, anak-anak (raja) ingin melakukan pengubahan seperti lantai dengan keramik, tetapi Mama minta tetap dibiarkan dalam kondisi seperti aslinya,” kata salah seorang menantu Raja Don Lorenzo III DVG, Fransiskus Fernandez (67).

”Cuma atap yang dulunya genteng karena banyak yang rusak sekitar tahun 1970-an sudah diganti dengan seng,” kata Fransiskus yang adalah pensiunan badan pemberdayaan masyarakat desa Kabupaten Flores Timur,

”Dari keluarga kerajaan lebih banyak berkecimpung di pemerintahan dan ada satu yang menjadi pengembang, Laura, anak sulung dari Don Yohanes Servus,” kata Fransiskus.

Mama Dona dari pemberian anaknya kini memiliki mobil Toyota Kijang Krista, sedangkan Fransiskus sendiri mempunyai Toyota Kijang LGX. Anak-anak raja yang lain umumnya dengan sepeda motor, seperti Don Christoforus Igo menggunakan Yamaha RX King.

Jejak sejarah

Begitulah istana raja itu menjadi saksi bisu dari babakan sejarah panjang Kerajaan Larantuka. Ia merupakan bagian dari jejak sejarah yang di kemudian hari menjadi bagian dari Republik Indonesia. Kerajaan Larantuka, berdasarkan catatan sejarah, sebagaimana ditulis Purwadi dalam buku berjudul Jejak Nasionalisme Gajah Mada (2004), sudah berdiri dengan masyarakatnya yang memeluk agama asli jauh sebelum Portugis masuk Flores Timur pada 500 tahun silam.

Pada sekitar abad ke-13 Kerajaan Larantuka menjadi bagian dalam Kerajaan Majapahit. Wilayah Kerajaan Larantuka meliputi kota Larantuka di bagian timur Pulau Flores, kemudian sebagian Pulau Adonara dan Pulau Solor.

Menurut Fransiskus Fernandez, dari legenda setempat, Raja Larantuka berasal dari tiga bersaudara, yang lahir di Gunung Ile Mandiri, yaitu Lia Nurat (laki-laki) dan saudaranya yang perempuan, Watuwele I dan Watuwele II. Keturunan Lia Nurat kemudian mendiami kawasan pegunungan. Keturunan Watuwele II, yang bernama Laba mendiami Pulau Lembata dan Samon mendiami Tanah Boleng (Pulau Adonara). Adapun dari Watuwele I yang menurunkan raja-raja Larantuka.

Meskipun Kerajaan Larantuka tanpa kekuasaan, peran atau pengaruh keluarga kerajaan masih terasa kuat. Hal itu terutama dapat dilihat pada masa devosi Bunda Maria atau Semana Santa, tradisi peninggalan Portugis pada masa Pekan Suci Paskah. Keluarga kerajaan mendapat kesempatan pertama mencium patung Maria pada ritual keagamaan.

Begitu juga dalam rangkaian devosi Bunda Maria untuk masa mengaji Semana, kegiatan menaikkan nyanyian dan doa-doa adalah 13 Suku Semana, suku-suku yang pada masa dulu ditunjuk oleh raja Larantuka, dan tetap berjalan sampai saat ini.

”Saya sudah banyak lupa soal devosi Semana Santa, tetapi yang dapat saya ingat tiap tahun (saat hari Kamis Putih) saya selalu masuk lebih dulu di Kapela Tuan Ma, begitu pula untuk memanjatkan doa di sana,” kata Mama Dona, istri raja itu.

Mama Dona, istri raja dengan istana beratap asbes itu, menjadi jejak sejarah kekuasaan dan kejayaan. Orang-orang hari ini bisa banyak belajar banyak tentang kehidupan, terutama tentang kekuasaan, dari sisa kejayaan Raja Larantuka. (Samuel Oktora/Arbain Rambey)
Sumber: Kompas, 11 April 2010
Ket foto: Bagian dalam rumah raja terakhir Larantuka. Insert: Atap istana yang terbuat dari asbes.
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger